Pages

Harus Pasrah Atau Berjuang?

Monday, 13 March 2017


12 maret 2017 23:18. Banyak orang yang mengibaratkan hidup adalah sebuah perjuangan. Menjalani kehidupan berarti kita sedang berjuang. Setiap harinya kehidupan kita selalu tak jauh dari kata berjuang. 
 
Namun berjuang dalam artian yang seperti apa yang banyak orang-orang iu maksudakan. Samakah dengan berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi? Berjuang untuk mendapatkan pekerjaan? Berjuang untuk mendapatkan hati seseorang yang ia cintai atau bahkan berjuang sekuat tenaga untuk melawan sakit yang senantiasa mengurangi waktu hidupnya secara medis.

Satu hal yang menarik yaitu berjuang melawan rasa sakit (penyakit). Banyak ternyata orang-orang yang berjuang untuk tetap bertahan hidup melawan penyakit yang secara medis dapat menentukan sisa umur seseorang. Banyak orang yang rela harus berobat ke seluruh penjuru dunia demi sebuah kata sembuh dan tetap bisa hidup. Saya salut dengan orang-orang yang memiliki mental yang kuat untuk berjuang melawan rasa sakitnya. Tapi perjuangan mereka juga di tunjang oleh kemampuan ekonomi mereka untuk melakukan itu. Karena tidak bisa di pungkiri perjuangan melawan sakit itu tidaklah gratis..

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang sebenarnya memiliki kemauan yang sama kuatnya dengan orang-orang tadi tapi mereka tidak memiliki cukup biaya untuk menunjang perjuangan mereka? Masihkah berjuang ada daftar pilihan hidup mereka? Ataukah mereka hanya memiliki satu pilihan mutlak yaitu pasrah?

Jika kita berpikir bahwa setiap yang hidup memang akan mati, lalu apakah pikiran itu lantas membuat kita harus tidak berbuat apa-apa melawan penyakit kita? Bahkan penyakit yang orang-orang medis sudah bisa menentukan jumlah umur kita? Ah ironi memang. Mengapa orang-oranng yang tidak memiliki kecukupan ekonomi juga harus diberi penyakit yang membutuhkan biaya yang mereka sendiri tidak bisa membayangkan jumlah uangnya.

Mungkin pasrah adalah satu-satunya pilihan bagi kami. Melakukan apapun yang bisa kami lakukan setidaknya untuk dapat mengurangi rasa sakit. Paling tidak kami setiap waktu selalu memperingatkan diri sendiri untuk senantiasa siap habis masa kontrak di dunia ini kapan pun. Kita memang sakit, tapi sebisa mungkin tak perlu membuat orang lain harus “sakit” juga karena memikirkan biaya yang harus mereka tanggung .

Mungkin banyak orang yang berpikir bahwa kami penakut. Tapi kamu bukan takut pada ruangan rumah sakit, pada jarum suntik atau bahkan pada guntinng bedah para dokter profesional itu. Tapi kami takut pada besarnya biaya yang tak sanggup kami tanggung. Tak apalah kalian menyebut kami sebagai pecundang yang tak mau berjuang melawan penyakit. Tapi paling tidak kami juga sudah berjuang (baca : berikhtiar) melawan penyakit itu dengan obat-obatan yang masih masuk akal di kantong kami.

No comments: